Senin, 07 Mei 2012

Hubungan Bilateral RI Dengan Negara Sub-Sahara Afrika

Duta Besar RI untuk Senegal, Andradjati, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kemenlu ingin memberikan informasi mengenai hubungan bilateral RI dengan negara-negara Sub-Sahara Afrika sekaligus mengharapkan masukan dari dunia akademis mengenai pemajuan hubungan dengan negara-negara Sub-Sahara Afrika secara komprehensif.

Andradjati menyampaikan dalam paparannya mengenai perkembangan negara-negara Sub-Sahara Afrika yang mengalami perkembangan pesat mulai dekade 90-an saat tumbangnya apartheid di Afrika Selatan, disusul dengan demokratisasi, penanggulangan kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi yang besar. Di tataran regional, terjadi transformasi organisasi regional OAU menjadi Uni Afrika dan diluncurkannya program NEPAD (New Economic Partnership for African Development) untuk pemajuan ekonomi Afrika.

Afrika yang memiliki stigma negatif sebagai wilayah yang penuh penyakit, perang saudara dan kelaparan telah bertransformasi menjadi wilayah dengan perkembangan ekonomi yang pesat sehingga sudah saatnya para pebisnis Indonesia mulai memasuki pasar Afrika.

Secara bilateral Indonesia memiliki hubungan kesejarahan yang erat sejak abad ke-17, berlanjut hingga KAA tahun 1955 dan KAA II tahun 2005.Jika KAA I bersifat politis untuk mendukung perjuangan kemerdekaan negara-negara Afrika, maka di tahun 2005, menghasilkan NAASP (New Asia Africa Strategic Partnership) berupa dialog strategis antar kawasan, solidaritas politik,kerjasama ekonomi dan hubungan social budaya. Indonesia perlu memberikan perhatian yang lebih dan menerjemahkan momentum kawasan sub-Sahara Afrika sebagai wilayah yang mulai bangkit dan potensial secara politik, ekonomi, dan social budaya, serta perlu secara bersama-sama mengembangkan diplomasi bilateral dengan negara-negara di kawasan Sub-Sahara Afrika dan diplomasi regional dengan Uni Afrika.

Prof. Zainuddin Djaffar menyampaikan bahwa Indonesia jangan menjadikan Afrika sebagai pembuangan karena perlambatan ekonomi di Amerika dan Eropa, karena sebenarnya Indonesia memiliki investasi politik yang besar sejak KAA 1955. Di tahun 2011, Afrika menduduki posisi yang unik dengan momentum makin penting dengan total PDB 1,7trilyun di atas PDB India dan ASEAN.Afrika harus didukung oleh kegiatan bisnis dan perdagangan yang mempunyai akses pada hal-hal yang terkait dengan keuangan.

Afrika berkepentingan untuk menciptakan kelas wiraswastawan baru untuk memenuhi kebutuhan industri dan jasa; tumbuhnya Negara Afrika secara ekonomi yang membuka peluang bagi pengusaha Indonesia (karena kelas menengah yang mulai tumbuhakan membutuhkan barang dan jasa); para pemimpin politik Afrika yang harus menciptakan situasi yang kondusif bagi bisnis; perbankan yang sanggup memelihara pertumbuhan. Diperkirakan bahwa pada tahun 2012, Afrika secara keseluruhan akan bertumbuh sebesar 9% yang merupakan peluang nyata bagi Indonesia.

Prof. Aleksius Jemadu menyampaikan mengenai Politik Luar Negeri RI terhadap Afrika: Tantangan dan Peluang. Dalam berhubungan dengan Afrika, pola piker pendekatan politis harus diubah menjadi ekonomi. Indonesia harus membangun postur kebijakan politik luar negeri yang menitik beratkan pada ekonomi, Karena hal tersebut yang memberikan kemanfaatan secara riil. Empat faktor bagi Indonesia untuk menciptakan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan hubungannya dengan negara-negara Afrika:
1. Keanggotaan Indonesia dalam G-20 untukmemperjuangkankepentingannegara-negara berkembang sehingga tidak termajinalisasi.
2. Indonesia merupakan model yang baik untuk konsolidas idemokrasi.
3. Indonesia memiliki resolusi konflik secara damai.
4. Antisipasi menghadapi KTT Bumi (Rio+20 Summit), yang diperkirakan Indonesia dan negara-negara Sub-Sahara memiliki titik tolak yang sama karena ekonominya resources based, yang akan menghadapi diskursus green economy.

Dr. Thalib Puspokusumo menyampaikan bahwa Kadin Indonesia telah mulai masuk ke Afrika melalui berbagai jalan antara lain melalui berbagai forum bisnis, bantuan teknis, dan berbagai organisasi regional seperti IORAC (Indian Ocean Rim-Asian Regional Cooperation) untuk mendukung orientasi dagang negara-negara yang terlibat di dalamnya. Sektor bisnis telah berjalan dengan baik antara Indonesia dengan Afrika misalnya dengan ISAB (Indonesia-South Africa Business Partnership) yang meminta berbagai produk Indonesia seperti tekstil dan produk tekstil, mebel, kosmetik, kendaraan bermotor, karet, mineral, minyak nabati, barang kimia dan barang konsumsi. Sebagai middle income countries, Indonesia telah memberikan berbagai bantuan teknis melalui Kerja Sama Selatan Selatan untuk penguatan kerjasama pembangunan dengan Afrika.

Perwakilan dari Kedutaan Besar Afrika Selatan menyampaikan pandangan mengenai perkembangan Afrika sekarang, dimana meskipun pertumbuhan ekonomi cukup signifikan namun masih terdapat beberapa kelemahan seperti konflik dan ketidakamanan. Di sisi Penanaman Modal Asing, utamanya PMA hanya berkutat di bidang eksplorasi mineral, sehingga saat harga komoditas jatuh, maka akan mempengaruhi perekonomian Negara tersebut.

Tantangan di Afrika Selatan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, yaitu peningkatan pendidikan dan penciptaan lapangan kerja. Investasi seharusnya tidak hanya dititikberatkan padasektor pertambangan dan perminyakan namun juga harus dikembangkan ke berbagai sektor lain. Di Afrika Selatan, pemerintah telah menerapkan kebijakan pembangunan di sector pertanian, kesehatan, telekomunikasi, perbankan maupun pertambangan dimana Afrika Selatan merupakan salah satu pemimpin di Sub-Sahara Afrika. Sektor pertambangan dimanfaatkan untuk lebih mengembangkan sektor lain termasuk penciptaan lapangan kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar